“Es teh tawar, jangan manis ya bu”, jawabku kepada ibu penjual bakmi. Saat itu aku sedang berada di tempat makan bakmi ayam di daerah Riau bersama beberapa temanku, aku tidak suka terlalu manis, jadi aku pilihlah minuman es teh saja. Lalu ibu itu berkata “tidak ada pak, adanya es teh manis”. Kemudian temanku melihat ke arahku seakan bingung dan aku pun terus terang bingung juga, kok es teh tidak ada, tapi es teh manis ada ?.
Kemudian kita bilang ama ibunya, gini bu, waktu buat es teh, jangan dipakaikan gula, jadi ngak manis. Tapi si ibu ini tetap bilang ngak bisa pak, pasti manis, kemudian logikaku berpikir, oh mungkin dia udah buat dalam jumlah banyak dan sudah dicampur gula, jadinya semuanya manis. Karena penasaran temanku bilang, gini deh bu, bawa kesini tehnya, kami ingin lihat cara buatnya.
Si ibu ke dalam dan kembali dengan beberapa buah gelas berisikan es batu dan beberapa botol ‘Teh Botol Sosro’. Mengertilah kami, dan kami pun tertawa akan hal ini, ternyata es teh itu yah ‘teh botol
sosro’ itu, yah otomatis manis, gimana buat jadi ngak manis. Kami katakan kepada ibunya, “bilang donk bu, kalau ini teh botol namanya, jadi kami mengerti kenapa ngak bisa ngak manis”. Lalu kami meminumnya dan menyantap bakmi ayam itu.
Kadang kala kita ingin memaksakan suatu kehendak kepada orang lain, seperti halnya sewaktu saya ingin meminta eh teh tawar itu, kita sudah punya pikiran sendiri bagaimana es teh itu dibuat.
Tapi dilain hal ternyata yang tersedia itu justru teh yang sudah dalam kemasan botol. Apa yang ternyata kita pikirkan itu berbeda sekali dengan apa yang ada.
Dalam berdoa kita juga sering memaksakan kehendak kita dan merasa kecewa jika doa kita tidak terkabul, seperti seseorang yang curhat padaku beberapa waktu lalu, dimana dia mendoakan kesehatan ayahnya, dan ia rela memberikan setengah umurnya kepada kehidupan sang ayah. Tapi ternyata sang ayah meninggal, dan dia kecewa kepada Tuhan kenapa Tuhan tidak mendengarkan doanya padahal ia telah memberikan setengah umurnya untuk umur sang ayah. Temanku mungkin beranggapan ia bisa mengatur melalui doa yang ia panjatkan tapi kehendak Tuhan berbeda, mungkin saja si ayah itu juga berdoa hal yang sama, sehingga si ayah rela memberikan juga umurnya untuk anak-anaknya, dan semuanya itu kembali kepada kehendak Tuhan.
Begitu juga pemahaman kita akan Yesus Kristus, dalam pikiran kita sebagai manusia kita pun tidak bisa mengerti akan kedatanganNya dan juga mengapa Ia mau rela disalib sampai mati dan ternyata dengan menunjukkan bahwa Ia bangkit dari kematian, itu suatu petunjuk bahwa Ia berkuasa atas kematian. Iman para rasul saat itu sangat terguncang, seperti juga para pengawal yang mengatakan ‘Orang lain Ia selamatkan, tapi DiriNya sendiri tidak bisa’. Hal ini mungkin menjadi pemikiran kita saat itu, dimana kita memikirkan sesuai dengan pola pikiran kita manusia, kita seakan memaksakan kehendak pikiran kita, tetapi ternyata Tuhan sudah mempunyai rencana yang sangat indah, semua sudah dibentukNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar