"Orang Yahudi tidak lenyap, bahkan melalui banyak penganiayaan sekalipun mereka tetap bertahan hidup," Rabbi M. Tokayer asal New York menegaskan. "Serupa dengan itu, minat orang pada Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang tidak lenyap dan tetap hidup sampai ke abad-abad mendatang."
Mengapa orang Yahudi dan minat pada kesepuluh suku yang terhilang tidak lenyap? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. ".memahami orang Yahudi dan Israel merupakan kunci untuk benar-benar memahami Timur," kata Pangeran Mikasa, seorang ahli brilyan dalam bidang arkeologi Mesopotamia dan Israel kuno serta adik kandung Kaisar Hirohito dari Jepang, "dan bahwa orang Yahudi adalah suatu jembatan yang menghubungkan Barat dan Timur. Mereka adalah suatu kunci untuk memecahkan teka-teki sejarah dunia."
Petunjuk-petunjuk historis berdasarkan riset-riset modern tentang penyebaran kesepuluh suku itu, khususnya ke Asia Timur, dikemukakan Rabbi M. Tokayer. Dia termasuk tokoh intelektual masa kini yang ikut meneliti ke-10 suku dan ke-2 suku Israel purba yang juga diasingkan dari Kerajaan Yehuda. Salah satu kunci untuk memecahkan teka-teki sejarah dunia adalah Jalan Sutera, suatu jalan yang menghubungkan Timur Tengah dengan Timur Jauh. Sebagian orang Yahudi dalam pembuangan di Babilonia memakai Jalan Sutera untuk berjualan sutera ke Timur Jauh. Jadi, Jalan Sutera adalah suatu jalan pintas yang masuk di akal untuk menelusuri jejak-jejak yang ditinggalkan ke-12 suku Israel itu, saran Rabbi Tokayer.
Jejak-jejak itu mencakup kemiripan agama, tradisi atau adat-istiadat, simbol-simbol budaya, bahasa, dan ciri-ciri jasmani antara bangsa Israel purba dan bangsa-bangsa Asia lain. Pengetesan DNA antara golongan-golongan Yahudi tertentu yang hidup terpisah selama ratusan abad di berbagai negara dan sudah berdarah campuran dengan golongan Yahudi "totok" serta penggalian-panggalian arkeologis merupakan penelusuran jejak-jejak lain. Sejarah migrasi Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang ke Asia Timur-dicatat turunan-turunan mereka dan para periset-menunjukkan juga jejak-jejak mereka.
Para peneliti Kristiani pun menaruh minat yang bertahan pada bangsa Israel purba, termasuk Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang. Beberapa peneliti percaya pada nubuat-nubuat alkitabiah tentang akan kembalinya bangsa Israel dari seluruh dunia ke Israel dan peran hebat yang akan mereka mainkan menjelang kedatangan kedua kali dari Mesias.
Jeffrey tidak lupa mencatat rangkaian pengasingan dan penyebaran bangsa Israel ke seluruh dunia. Termasuk pengasingan ke-10 suku Israel di utara oleh bangsa Asiria pada abad ke-7 s.M, pembuangan ke-2 suku tersisa di selatan Israel ke Babilonia pada abad ke-6 s.M. Dan penyebaran besar kedua mereka ke seluruh dunia-bersama orang-orang Yahudi Kristen-sesudah tentara Roma kuno menyerbu dan menghancurkan Yerusalem tahun 70 Masehi. "Sejak itu sampai dengan Deklarasi Balfour" tentang pendirian suatu negara di Palestina bagi orang Yahudi "pada 2 November 1917, dan sepanjang Perang Dunia II, kisah orang Yahudi adalah kisah pengasingan dan penganiayaan di seluruh dunia," ujar Jeffrey. Berbeda dengan bangsa-bangsa besar masa purba seperti bangsa Mesir, Babilonia, Yunani, dan Roma yang berjaya kemudian pudar, bangsa Israel "sudah bertahan sebagai suatu bangsa khusus untuk menaikkan Bendera Daud di dinding-dinding Yerusalem kuno mereka." Adalah Allah orang Israel yang menjaga kelangsungan identitas mereka.
Sayangnya, identitas itu-meskipun dipercaya Allah sendiri yang tahu-tidak selalu jelas bagi para peneliti jejak-jejak Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang. Akan tetapi, berbagai studi perbandingan, khususnya di Asia Timur, sudah memberi gambaran yang jelas tentang identitas itu. Studi perbandingan itu diantaranya di bidang tradisi, termasuk upacara-upacara, tulisan-tulisan, dan bahasa-bahasa menunjukkan persamaan yang mencengangkan antara berbagai kelompok masyarakat atau suku masa kini di Asia Timur dengan upacara-upacara, tulisan, dan bahasa Ibrani kuno yang dipakai di Israel kuno.
Upacara dan Tradisi. Upacara dan tradisi dari Jepang dan suku-suku turunan Israel di Afghanistan, suku Pathan, turunan Israel di Kashmir, suku Manasye di perbatasan India-Myanmar, orang Yahudi Kocin di India, dan suku Chiang di Cina menunjukkan persamaan yang mengherankan dengan yang dipraktekkan orang-orang Yahudi tradisional. Berikut beberapa ringkasan diantaranya.
Upacara penyucian. Sumo, gulat tradisional Jepang, didahului upacara penyucian yang mirip sekali dengan upacara penyucian tradisional orang Yahudi. Pegulat-pegulat sumo berkali-kali menaburkan ring gulat itu dengan garam. Orang Barat biasanya tidak mengerti makna upacara ini, tapi orang Yahudi segera mengerti bahwa hal ini untuk menyucikan ring sumo. Orang Yahudi juga punya tradisi memakai garam untuk penyucian, termasuk Kosher. Kosher adalah hukum diet yang di dalamnya mereka menyucikan makanan dengan garam.
Turunan Israel di Afghanistan. Suku-suku turunan Israel purba di Afghanistan menyebut dirinya Bani Israel kuno yang berasal, misalnya, dari nama Yusuf. Ada Yusufzai-artinya, anak-anak Yusur, Yusufzi, Yusufzad, dan lain-lain. Meskipun mereka penganut Muslim yang saleh, mereka menyalakan lilin pada hari Sabat, mulai Jumat ketika matahari terbenam sampai Sabtu malam. Tradisi ini hanya dilakukan oleh orang Yahudi.
Suku Pathan. Suku Pathan, sekitar 15 juta orang, tinggal terutama di Pakistan dan Afghanistan dan juga di Persia (kini Iran) dan India. Mereka punya kebiasaan menyunat anak pada hari ke-8, tradisi tertua orang Israel. Mereka juga merayakan Sabat sebagai hari istirahat: tanpa bekerja, memasak, atau membakar roti/kue. Selain itu, mereka menyediakan 12 buah Hallot (roti tradisional Yahudi) untuk menghormati hari Sabat. Bukan saja perayaan Sabat melainkan juga pemakaian nama-nama Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang; Anda menemukan orang-orang yang memakai nama Gad, Naftali, Ruben, Manasye, dan Efraim. Ada yang bahkan memakai nama Israel dan Samuel yang tidak pernah ada dalam nama-nama Muslim, agama yang dianut sebagian besar suku Pathan.
Turunan Israel di Kashmir. Mereka berjumlah antara 5-7 juta orang dan tinggal di bagian utara India atau sebelah barat Nepal. Di Kashmir, berbagai tempat diberi nama-nama Israel, seperti Har Nevo, Beit Peor, Pisga, dan Heshubon. Semuanya adalah nama-nama dari Kerajaan Israel atau Samaria yang dihuni Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang. Nama-nama tempat lain mengingatkan kita pada nama-nama Israel purba seperti Samaryah (Samaria), Mamre, Pishgan (Pisgah), Nabudaal (Gunung Nevo), Bushan (Bashan), Gilgit (Gilgal), Heshba (Hesbon), Amunah (Amon), Gochan (Goshen), Median-pura (Midian), dan Guzana (Gozan). Gozan adalah suatu tempat di Asiria tempat Kesepuluh Suku Israel dideportasi. Tapi nama-nama suku dan tempat-tempat lain jelas sekali menunjukkan asal usul Ibraninya. Misalnya, salah satu suku di Kashmir disebut Asyeria yang adalah Asyer, suku Dand adalah Dan, Gada adalah Gad, Levi adalah Lewi, Suku Syaul adalah Raja Saul dalam penamaan Ibrani, Musa adalah Moses, Suliamaniah adalah Salomo, suku Israel, Suku Abri adalah Suku Ibrani di Israel purba, dan Suku Kahana mengacu pada imam Yahudi.
Di Yusmarg (Handwarra) pada perbatasan dengan Pakistan, ada sekelompok orang yang sampai hari ini menyebut dirinya B'nei Israel. Frasa ini berarti "Anak-anak Israel." Banyak penduduk Kashmir mengatakan inilah nama kuno untuk menyebut semua penduduk Kashmir.
Turunan Israel di Kashmir menyelenggarakan suatu pesta yang disebut Pasca - mengingatkan kita pada Paskah-dalam musim semi. Pada pesta ini, mereka menyesuaikan perbedaan hari-hari antara kalender bulan dan kalender matahari. Cara penyesuaian ini sama dengan cara orang Yahudi. Kebanyakan orang Kashmir penganut Muslim. Meskipun demikian, mereka bersimpati pada orang Yahudi dan Israel. Jelas bahwa asal usul mereka mengakibatkan mereka menaruh minat pada bangsa Israel.
Sebagaimana halnya sejarah bangsa-bangsa lain di kawasan itu, sejarah orang Kashmir terselubung misteri. Kebanyakan periset tentang penduduk Kashmir berpendapat bahwa kebanyakan penduduk kawasan itu adalah turunan Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang yang diasingkan kerajaan Asiria pada tahun 722 sebelum Masehi. Mereka mengembara sepanjang Jalan Sutera ke negara-negara di Timur, Persia dan Afghanistan sampai mereka mencapai Lembah Kashmir dan menetap di sana. Periset lain mengatakan penggambaran mereka dimulai kira-kira 300 tahun sesudah pengasingannya oleh Asiria tahun 722 s.M. Para pengembara menetap di Kashmir, memegang tradisinya sampai mereka beralih memeluk agama Islam yang juga mencapai lembah itu.
Suku Manasye. Mereka berjumlah antara 1 dan 2 juta orang yang menetap di Shintung, suatu kawasan pegunungan di perbatasan India-Myanmar. Mereka kawin-mawin dengan orang-orang Tionghoa dan tampak seperti peranakan Tionghoa-Myanmar. Tapi seluruh suku itu sadar mereka turunan berdarah Israel. Suku Manasye mempraktekkan tradisi pengorbanan hewan. Hal ini sama dengan tradisi yang dipraktekkan Kesepuluh Suku Israel yang Hilang.
Lalu kata "Manasye" sering muncul dalam puisi dan doa-doa mereka. Nama itu adalah nama leluhur mereka. Mereka menyebut dirinya Beni Menasye, Anak-anak Menasye. Ketika berdoa, mereka mengatakan, "Ya, Allah Menasye." Kata ini berasal dari nama Menasye, salah satu dari Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang.
Menurut sejarahnya, suku Manasye bersama suku-suku Israel lain di utara diasingkan ke Asiria tahun 722 s.M. Asiria kemudian ditaklukkan Babilonia tahun 607 s.M. Persia menaklukkan Babilonia tahun 457 s.M dan pada tahun 331 s.M, Yunani pimpinan Iskandar Agung menaklukkan Persia. Pada masa Yunani itulah suku Menasye dideportasi dari Persia ke Afghanistan dan tempat-tempat lain.
Di sana mereka menjadi gembala-gembala dan penyembah-penyembah berhala. Sesudah Afghanistan menjadi Islam, turunan Suku Menasye menjadi Islam juga. Meskipun demikian, mereka disebut pemakai bahasa Semitik karena mereka berbahasa Ibrani. Selama masa ini, mereka memiliki gulungan Kitab Taurat yang mereka jaga bersama-sama dengan para orang tua dan imam mereka.
Dari Afghanistan, mereka bermigrasi ke arah timur sampai mencapai kawasan perbatasan Tibet-Cina. Dari sini mereka melanjutkan migrasinya ke Cina dengan menyusuri Sungai Wei sampai mereka mencapai Cina Tengah. Di sana, mereka menetap sekitar tahun 231 s.M.
Tetapi orang-orang Cina yang kejam menjadikan mereka budak-budak. Beberapa di antara turunan suku Menasye melarikan diri dan tinggal di gua-gua dikawasan pegunungan Shinlung. Shinlung lalu menjadi nama lain untuk suku Menasye; mereka juga disebut penduduk gua atau penduduk gunung.
Turunan suku Manasye tinggal di gua-gua dalam keadaan miskin selama sekitar 2 generasi. Mereka masih menyimpan gulungan Kitab Taurat. Lalu mereka mulai berasimilasi dan mendapat pengaruh Cina. Kemudian mereka diasingkan dari gua-guanya dan menuju barat melalui Muangthai dan akhirnya mereka mencapai Myanmar.
Di sana, mereka mengembara sepanjang sebuah sungai sampai mencapai Mandaley. Dari tempat itu, mereka mencapai Pegunungan Chin. Pada abad ke-18, sebagian dari mereka bermigrasi ke Manipur dan Mizoram di India timur-laut. Umumnya, mereka mempertahankan tradisi pengembaraannya. Meskipun berbahasa setempat, mereka sadar mereka bukan orang Cina.
Turunan Suku Manasye di sana menyebut dirinya "Lusi". "Lu" berarti suku-suku dan "si" berarti sepuluh. Nama tersebut menjelaskan bahwa mereka turunan salah satu dari Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang.
Yahudi Kocin di India. Negara bagian Kerala masa kini di barat-daya India dulunya adalah tempat pertemuan imigran-imigran yang tiba dari semua arah. Selama 2000 tahun terakhir dan bahkan lebih dari masa itu, bangsa-bangsa dari berbagai ras dari berbagai kawasan memasuki Kerala. Pedagang-pedagang dari Yunani, Roma, Arabia, Mesir, dan Israel kuno terlibat perdagangan lada dan rempah-rempah di kawasan ini jauh sebelum berkembangnya agama Kristen. Nyatanya, beberapa kata dalam Kitab Suci Ibrani berasal dari kata-kata Sansekerta India.
Ada juga berbagai koloni Yahudi purba di kawasan barat-daya India. Koloni-koloni tersebut sudah ada sebelum zaman agama Kristen dan sebelum kehancuran bait Allah di Yerusalem tahun 70 Masehi. Karena turunan-turunan Yahudi itu tinggal di Kocin, India, mereka disebut orang Yahudi Kocin.
Catatan-catatan agama Kristen menunjukkan bahwa Thomas, seorang rasul Yesus, pergi ke India bagian selatan tahun 52 Masehi. Mengapa dia bersusah-payah datang ke suatu tanah yang terpencil dari Israel? Pada masa itu, setiap orang Yahudi tahu bahwa ada sekelompok masyarakat Yahudi yang besar di India. Wajar kalau dia pergi ke India untuk menginjili orang-orang Yahudi di sana.
Suku Chiang di Cina. Mereka berjumlah sekitar 250 ribu orang dan tinggal di Szechuan, kawasan pegunungan Cina di sebelah barat Sungai Min, dekat perbatasan Tibet. Oleh orang Cina, suku ini disebut Chiang atau Chiang-Min.
Kawasan Szechuan terkenal karena tanaman dan hewan langkanya, termasuk beruang panda. Orang Chiang hidup di desa-desa yang mirip benteng-benteng yang biasanya dibangun di puncak-puncak bukit. Di masa lampau, mereka suatu kelompok masyarakat yang hebat karena mereka memerintah kawasan-kawasanpropinsi dari Kansu di utara sampai Liyunan di selatan.
Peta-peta historis selama pemerintahan dinasti Han (abad ke-3 s.M s/d abad ke-3 Masehi) menunjukkan bahwa suku Chiang menyebar ke barat-daya Cina. Mereka sendiri menganggap dirinya imigran-imigran dari barat yang mencapai kawasan ini sesudah suatu perjalanan selama 3 tahun 3 bulan. Orang Cina memperlakukan mereka sebagai orang-orang biadab dan suku Chiang yang mendapat pengaruh Cina menyembah berhala-berhala.
Akan tetapi, masih ada kemungkinan bahwa sampai sekarang untuk mempelajari tradisi-tradisi masa lampau mereka. Caranya? Dengan mempelajari adat -istiadat dan imannya yang masih mereka pertahankan. Selama 2300 tahun, suku Chiang menunjukkan cara hidup yang khas Israel.
Menurut tradisinya, suku Chiang turunan Abraham dan leluhurnya punya 12 putera. Ada di antara mereka yang berwajah Semitis karena tidak mengambil isteri Cina sesudah kemenangan besar mereka dalam perang dengan orang Cina. Mereka juga mempunyai rasa takut pada surga atau rasa hormat pada Allah.
Mereka percaya akan Allah yang Esa yang mereka sebut "Abachi", "Mabichu", atau "Tian". Berturut-turut nama-nama ini berarti bapa surga, roh surga, atau surga. Karena gunung-gunung adalah pusat penyembahan kepada Allah, suku Chiang yang dipengaruhi kebudayaan Cina menyebut Allah mereka sebagai Allah gunung-gunung.
Dalam pandangan dunia mereka, Allah Mahakuasa. Dia menjaga seluruh dunia, menghakimi dunia dengan adil, memberi ganjaran pada orang benar, dan menghukum mereka yang jahat. Allah mereka juga memberi mereka kesempatan untuk bertobat dan berdamai sesudah tindakan-tindakan berdosa. Dalam masa kesukaran, mereka menyebut Allah mereka "Yahweh".
Mereka juga percaya akan roh-roh orang mati dan roh-roh jahat yang dilarang untuk disembah. Hal ini barangkali adalah suatu pengaruh Cina. Di masa lampau, mereka punya gulungan-gulungan tertulis perkamen dan kitab-kitab. Tapi masa kini, mereka hanya punya tradisi-tradisi lisan yang mengakibatkan mereka sendiri tidak mengerti doa-doa yang mereka ucapkan setiap minggu.
Kesepuluh Suku Israel yang Terhilang di Kepulauan Nusantara? Mungkinkah kesepuluh suku Israel purba itu atau keturunannya pernah mengunjungi dan menetap di nusantara di masa lampau? Persisnya di mana kalau mereka memang pernah mengembara dan menetap di kepulauan nusantara?
Belum ada penelitian tentang kemungkinan ini. Tapi adat-istiadat, termasuk upacara-upacara tradisional, dan bahasa suku-suku tertentu di Indonesia yang sudah diteliti para ahli antropologi-budaya, para ahli bahasa atau para ahli sosiologi barangkali bisa menjadi pembuka jalan untuk meneliti kemungkinan ini. Siapakah yang berminat meneliti kemungkinan ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar