Naskah-naskah yang membicarakan ramalan merupakan golongan tunggal terbesar yang kedua dari sastra cuneiform Mesopotamia (sesudah naskah-naskah ekonomi). Pada tingkatnya yang paling dasar, ramalan adalah usaha untuk menguraikan kehendak para dewa dengan menggunakan berbagai teknik ilmu. gaib. Para penyembah berhala percaya bahwa mereka dapat menggunakan ketrampilan dan kecerdikan manusia untuk memperoleh pengetahuan dari para dewa mengenai situasi-situasi tertentu. Dalam perkataan Yehezkiel Kaufmann, seorang peramal adalah "seorang ilmuwan yang tidak memerlukan wahyu ilahi."33
Ramalan biasanya mengikuti cara induktif atau cara intuitif. Dalam cara induktif, si peramal mengamati berbagai kejadian dan kemudian menarik berbagai kesimpulan darinya. Cara yang paling umum ialah mengamati isi perut domba atau kambing yang telah disembelih. Para peramal biasanya mengamati hati (suatu teknik yang disebuthepatoskopi). Suatu formula ramalan yang khas mungkin berbunyi seperti ini, "Kalau hati itu berbentuk X, maka hasil pertempuran/penyakit/perjalanan itu akan seperti berikut . . . . "
Sistem yang khusus ini baik untuk raja dan orang kaya, tetapi untuk warganegara yang biasa diperlukan berbagai teknik yang lebih murah. Paling tidak ada setengah lusin teknik yang murah, seperti lecanolnancy (membiarkan tetes-tetes minyak jatuh ke dalam secangkir air dan memperhatikan gambar yang kelihatan) atau libanomancy(memperhatikan berbagai bentuk dari asap dupa).
Dalam jenis ramalan yang intuitif, si peramal kurang aktif: ia lebih banyak bertindak sebagai pengamat dan penafsir. Jenis ramalan intuitif yang paling terkenal adalah menafsirkan mimpi (oneiromancy). Cara ini telah menghasilkan sekumpulan sastra tafsiran mimpi yang berbunyi, "Kalau Anda bermimpi seperti itu, maka artinya . . . . " Cara-cara lain untuk meramal adalah naskah-naskah yang dikenal sebagai menologidan hemerologi. Jenis yang pertama mencatat bulan-bulan dalam setahun dan memberi tahu bulan-bulan mana yang baik untuk jenis-jenis tugas tertentu. Jenis yang kedua mencatat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada atau dijauhi untuk setiap hari dalam sebulan. Dari semua cara ini lahirlah astrologi.
Perjanjian Lama melarang semua teknik ramalan (bdg. Ul. 18:10; Im. 20:6; Yeh. 13:6-8). Alkitab menyebut ramalan itu suatu "kekejian"; karena alasan itulah maka di Israel tidak terdapat peramal profesional. Ramalan menaruh kepercayaan pada kebijaksanaan manusia dan hal itu merupakan penghinaan kepada Allah, karena mencerminkan keengganan untuk mempercayai penyataan kebenaran-Nya.
E. Sastra Keagamaan. Sebagian besar naskah yang bercerita tentang kuil penyembahan berhala, persembahan, kurban, dan keimaman sedang menggambarkan agama raja. Biasanya hal-hal itu tidak berlaku untuk agama rakyat jelata. Leo Oppenheim telah berkata dengan tepat, "Orang biasa . . . tetap tidak dikenal, unsur tak dikenal yang paling penting dalam agama Mesopotamia."34 Pasti, hal yang sama dapat dikatakan tentang Mesir. Tidak mungkin. bahwa "orang biasa" dapat menerima wahyu dari para dewa. Menerima wahyu adalah hak istimewa raja.
Di sini terdapat perbedaan yang sangat besar antara Alkitab Kristen dan agama-agama penyembahan berhala. Di Perjanjian Lama, Allah berfirman tidak hanya kepada para pemimpin seperti Musa dan Daud, tetapi juga kepada wanita tunasusila, sampah masyarakat, orang berdosa, dan lain-lain. Misalnya, perhatikanlah bahwa orang pertama yang disebut di Alkitab sebagai orang yang dipenuhi dengan Roh Allah adalah seorang bernama Bezaleel (Kel. 31:3), mandor yang mengepalai pembangunan kemah suci.
Entah itu di Mesir atau di Mesopotamia, para penyembah berhala percaya bahwa dewa-dewa mereka tinggal di dalam kuil-kuil yang telah dibangun untuk mereka. Sebagai tempat kediaman dewa maka kuil itu dianggap suci. Nyanyian-nyanyian kepada kuil-kuil sangat umum dalam sastra para penyembah berhala.
Dalam hal ini, doa Salomo ketika menahbiskan bait suci di Yerusalem menyatakan tekanan yang jelas menentang penyembahan berhala. Pertimbangkan ayat ini, "Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langit pun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini" (I Raj. 8:27).
Raja kafir mengelola kuil dan melakukan pelayanan sebagai imam bagi dewa-dewanya. Ia dianggap sebagai pengantara antara manusia dengan para dewa. Ia memerintah untuk para dewa (seperti di Mesopotamia) atau sebagai dewa (seperti di Mesir).
Sambil lalu, di sini kita bertemu dengan salah satu ciri yang paling khas dari iman alkitabiah. Agama-agama kafir tidak pernah menghasilkan jurubicara - yang berani membantah raja, seperti yang dilakukan para nabi di Alkitab. Para penyembah berhala tidak mempunyai konsep tentang "imunitas kenabian." Hanya di Israel seorang raja dapat disalahkan oleh seorang nabi dengan kata-kata, "Engkaulah orang itu!" (II Sam. 12:7). Betapa pun, jikalau raja itu berdaulat, ilahi, dan imam kepala, siapa dapat mengatakan kepadanya bahwa ia bersalah? Inilah sebabnya Izebel, yang berasal dari lingkungan Fenisia, tidak dapat mengerti mengapa suaminya, yang orang Israel, gemetar ketakutan di hadapan Nabi Elia (bdg. I Raj. 16:31; 21:6, 20-27). *** (NN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar