Yang namanya manusia tidak pernah ada puasnya. Dikasih hujan minta panas, dikasih panas minta hujan. Semua keadaan jadi kambing hitam atau jadi objek yang selalu disalahkan. Tidak Cuma itu, waktu kita mulai membandingkan diri dengan orang lain, ujung-ujungnya yang ada hanya persungutan.
Diam-diam atau terang-terangan kita mulai protes sama Tuhan. Pernahkah kita coba melihat, bahwa ada sebagian manusia dibumi yang sama, yang tidak lebih beruntung dan tidak seberuntung kita?
“Tuhan, Hari yang buruk” batin Lisa, langit yang tampak menggelap karena hampir malam, yang saat itu ada di dalam bis.
tiba-tiba jadi semarak dengan warna-warni lampu di tengah kota yang satu-persatu mulai menyala menyambut datangnya malam. Masih didalam bis kota, dan jaga masih termenung, pandangan Lisa menerawang jauh. Sesekali mulutnya mengeluarkan keluh kesah. “Ahhhhhh…!”
Bis yang Lisa tumpangi terpaksa harus berhenti sesaat, karena ada kereta yang lewat. Mata Lisa tertuju dengan kehidupan di sepanjang rel kereta. Orang-orang yang tinggal di gubuk disepanjang pinggir rel, tampak duduk dan bercengkrama dengan santainya sambil menikmati nasi bungkus ramai-ramai, yang isinya tidak sebanding dengan mulut yang harus makan saat itu. Mereka terus makan, sambil sesekali memebereskan rambutnya yang tertiup angin. Mereka tidak peduli, walau puluhan mungkin juga ratusan mata melihat. Tak jauh dari tempat itu beberapa anak yang tampak tak terurus berkejar-kejaran tanpa alas kaki, sampai anak-anak lainnya berhamburan keluar begitu tahu lampu merah menyala. Lampu merah adalah panggilan bagi mereka untuk bekerja, dan bis kota adalah tempat mereka mengais rejeki. Sempat Lisa memandang tiga orang bocah berpakaian kumal dan agak compang-camping lengkap dengan gitar kecil. Sedang serius menghitung sejumlah uang receh dekat gubuk yang punya cahaya lampu cukup terang.
Bis kembali melaju meninggalkan rel. “pemandangan tadi bukan kebetulan” bisik Lisa. Hari ini Tuhan mengijinkan ia melihat kondisi orang lain, supaya ia mengerti, bahwa masih banyak yang lebih menderita, dan susah payah untuk bisa bahagia di tengah kehidupan dunia yang keras. “selama ini aku berpikir, akulah orang yang paling malang di dunia ini. Aku salah Tuhan Engkau sendiri yang mencelikkan mataku. Ampuni aku yang sudah besungut-sungut, dan ajarlah aku untuk selalu bersyukur” doa Lisa.
Lisa kini mengerti, hidup memang tidak mudah. Untuk itu, ia harus berjuang. Tapi Lisa tau ia tidak berjuang sendiri. Ada Tuhan yang menyertai dia.. “Thanks God” ujar Lisa mantab. ***
Diam-diam atau terang-terangan kita mulai protes sama Tuhan. Pernahkah kita coba melihat, bahwa ada sebagian manusia dibumi yang sama, yang tidak lebih beruntung dan tidak seberuntung kita?
“Tuhan, Hari yang buruk” batin Lisa, langit yang tampak menggelap karena hampir malam, yang saat itu ada di dalam bis.
tiba-tiba jadi semarak dengan warna-warni lampu di tengah kota yang satu-persatu mulai menyala menyambut datangnya malam. Masih didalam bis kota, dan jaga masih termenung, pandangan Lisa menerawang jauh. Sesekali mulutnya mengeluarkan keluh kesah. “Ahhhhhh…!”
Bis yang Lisa tumpangi terpaksa harus berhenti sesaat, karena ada kereta yang lewat. Mata Lisa tertuju dengan kehidupan di sepanjang rel kereta. Orang-orang yang tinggal di gubuk disepanjang pinggir rel, tampak duduk dan bercengkrama dengan santainya sambil menikmati nasi bungkus ramai-ramai, yang isinya tidak sebanding dengan mulut yang harus makan saat itu. Mereka terus makan, sambil sesekali memebereskan rambutnya yang tertiup angin. Mereka tidak peduli, walau puluhan mungkin juga ratusan mata melihat. Tak jauh dari tempat itu beberapa anak yang tampak tak terurus berkejar-kejaran tanpa alas kaki, sampai anak-anak lainnya berhamburan keluar begitu tahu lampu merah menyala. Lampu merah adalah panggilan bagi mereka untuk bekerja, dan bis kota adalah tempat mereka mengais rejeki. Sempat Lisa memandang tiga orang bocah berpakaian kumal dan agak compang-camping lengkap dengan gitar kecil. Sedang serius menghitung sejumlah uang receh dekat gubuk yang punya cahaya lampu cukup terang.
Bis kembali melaju meninggalkan rel. “pemandangan tadi bukan kebetulan” bisik Lisa. Hari ini Tuhan mengijinkan ia melihat kondisi orang lain, supaya ia mengerti, bahwa masih banyak yang lebih menderita, dan susah payah untuk bisa bahagia di tengah kehidupan dunia yang keras. “selama ini aku berpikir, akulah orang yang paling malang di dunia ini. Aku salah Tuhan Engkau sendiri yang mencelikkan mataku. Ampuni aku yang sudah besungut-sungut, dan ajarlah aku untuk selalu bersyukur” doa Lisa.
Lisa kini mengerti, hidup memang tidak mudah. Untuk itu, ia harus berjuang. Tapi Lisa tau ia tidak berjuang sendiri. Ada Tuhan yang menyertai dia.. “Thanks God” ujar Lisa mantab. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar