Tidak ada bentuk, kosong. Gelap gulita. Sang Seniman melayang-layang di atas permukaan air.
"Terang" Bisik Sang Seniman mulai berkarya. Zap! Terang menyeruak, gelap terpisah.
"Cakrawala" Boom! terciptalah air di atas dan air di bawah. Terciptalah laut.
"Tumbuhan" Kreeeeeak!! Tunas-tunas keluar dari tanah. Akar-akar mencengkram bumi. Buah-buah ranum menghias. Rumput tergelar. Daun melambai.
"Matahari" Berkuasa di siang. "Bulan" Berkuasa di malam. "Bintang!" Klap! Blas! Blas! Tap! Wuzz!
"Binatang" Cit-cit .... Auuum! ..... Mbeeeek! ..... meooong! ....Guk-guk! .... Shhhh .... Moooo! ......... ! ........... ! Sunyi .......
Sang Seniman yang tidak kasat mata itu kelihatan asyik dan sibuk bermain tanah. Kali ini Dia meluangkan banyak waktu untuk berkarya. Asyik. Serius. Singa menengok, Jerapah diam, Gajah melotot takjub. Burung-burung saling berbisik, "Apa yang sedang dibuat-Nya?"
Awan berhenti, "Suatu binatang?" Pohon tak bergeming, " ...... atau tumbuhan?" Laut tertegun, " ... Gunung?" ... wuuzz ... angin hangat bertiup melambaikan dedaunan. Nafas-Nya mantap.
DilihatNya karya-Nya. Disentuh-Nya bagian pipi biar ada tawa. Ditabur-Nya kerlap-kerlip matanya. Ditiupkan-Nya kehendak, pikiran, keinginan. Kehendak bebas, logika, kesadaran, roh. Sang Seniman melipat tangan-Nya. jari-Nya mengelus-elus dagu-Nya. mata-Nya dipicingkan .... mengamati mahakarya-Nya. Citra-Nya, "Bagus!" kata-Nya mantap.
Dia pun berjalan bersamanya di taman penuh bunga. Tawa polos. Murni. Bermain cipratan air sungai. Hidup tidak ada habisnya.
Lalu ..... ada pohon. Ada buah. Ada bujukan. Ada ketidaktaatan. Ada bohong. Ada malu. Ada saling menyalahkan. Kehendak disalahgunakan. Kemerdekaan diumbar. Kematian menerobos masuk dengan leluasa. Sang Seniman marah. Terlebih lagi: Sedih. Airmata. Tembok transparan itu muncul dari tanah. Sang Seniman terpisah dari mahakarya-Nya.
Kuasa berganti kelemahan. Kepolosan berganti geram. Sahabat berganti musuh. Derita. Kerja keras. Sakit. Takut .........Neraka.
Sang Seniman masih mencintai-Nya. Selalu mencintainya. Dia rindu. Dia mencari.
"Abraham! Kau akan kujadikan bapa segala bangsa! Katakan pada mereka semua bahwa Aku mencintai dan merindukan mereka!"
"Musa! Bawa keluar umatKu Katakan Aku rindu dan mencinti mereka!"
"Yosua! Pimpin orang-orangKu! Katakan, Aku rindu. Katakan Aku cinta!"
"Daud! Jadilah raja atas umat-Ku. Dan katakan .... Aku rindu. Aku cinta ...."
"Yeremia! Gideon! Hosea! Nehemia! Katakan Aku merindukan kembali hubungan seperti dulu. Aku mencintai mereka."
Pemberontakan. Korban. Pembebasan. Pemberontakan. Korban. Pembebasan. Pemberontakan. Korban. Pembebasan .... terus berputar.
Sang Seniman terdiam. Dia hendak berkarya lagi. Singgasana tempat Dia duduk terlihat kosong. Malaikat tertunduk. Dia turun. Dia turun!
Gadis perawan tak tersentuh ... kaget. Benih tiba-tiba tercipta. rahim murni bergerak. Dia mulai berkarya. Tapi bukan lagi membentuk citra-Nya. Dia membentuk diri-Nya sendiri. Sebuah tubuh. Roh tak terbatas dibatasi daging.
Sekali lagi Dia berjalan dengan karya-Nya. Di taman. tapi kali ini tamannya bukan lagi berbunga, tapi berduri, menusuk. Jipratan air bukan lagi karena bermain tapi ludah di muka-Nya. Tawa bukan karena sukacita tapi olok-olok. Pahit! babak belur. Sakit. Kotor. Darah.
Lalu ..... ada pohon. Ditebang. Dibentuk salib. Diikat, di paku, di gantung. Dikotori darah. Direntangkan .... dijadikan jembatan. Diayunkan .... merobohkan tembok transparan.
Sang Seniman melipat tangan ... jari-Nya mengelus-elus dagu. Mata-Nya memicing. Kini Dia sekali lagi berkata, "bagus!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar