Selama ini, kebanyakan masyarakat masih
sulit membedakan antara asma dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau
juga dikenal dengan istilah COPD.
Hal tersebut menurut Prof. Dr. Faisal
Yoenoes SpP (K), dari Departemen Paru dan Kedokteran Respirasi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) disebabkan karena gejala yang
ditimbulkan hampir sama.
"Kadang-kadang orang bingung
membedakan asma dan PPOK. Kalau asma itu biasanya terjadi pada usia muda dan
memburuk pada malam hari. Kalau malam hari makin sesak, makin sering batuk itu
asma," katanya saat acara Diskusi Publik Sosialisasi Penyakit Tidak
Menular, di Jakarta.
Sedangkan PPOK umumnya dialami pada usia
sekitar 45 tahun dan tidak ada faktor keturunan atau riawat penyakit dalam
keluarga. Faktor risiko terbesar karena kebiasaan merokok dan polusi udara.
Gejala awal seperti batuk berdahak di
pagi hari harus diwaspadai sebagai tanda PPOK. Selain itu, pada orang dengan
PPOK akan mengalami sesak nafas pada saat jalan kaki. Sehingga, apabila orang
tersebut berjalan lebih lambat dibanding orang seumurannya, ada kemungkinan
mengidap PPOK.
"Gejalanya, batuk, sesak napas, makin
lama makin buruk, jadi mirip asma. Selama ini, orang tahu hanya asma
saja. Lebih baik periksa fungsi paru-paru apa sudah ada obstruksi atau tidak.
Kalau sudah ada, berarti PPOK," ucapnya.
Ia juga menambahkan, untuk pengobatan
orang dengan PPOK tidak jauh berbeda dengan asma. Tetapi yang membedakan
adalah, asma bisa saja menghilang dengan bertambahnya umur, sedangkan PPOK
tidak dapat sembuh secara total dan akan terus berjalan memburuk seiring
bertambahnya usia.
Faisal menambahkan, sejauh ini belum ada
data pasti mengenai jumlah kasus PPOK di Indonesia. Dalam waktu dekat
ini, kira-kira bulan September 2011, kata Faisal, Balitbangkes Kementerian
Kesehatan akan melakukan survei bersama dengan FKUI untuk meneliti kasus PPOK.
"Nanti kita akan tahu berapa jumlahnya.
Surveinya sendiri akan kita lakukan selama tiga bulan, semoga di akhir tahun
kita punya angka PPOK di Indonesia," terangnya.
Untuk mengetahui apakah seseorang
berisiko mengidap PPOK atau tidak, dapat dengan mudah diketahui dengan cara
memperhitungkan indeks Brinkman. Seseorang dikatakan berisiko mengidap PPOK
apabila indeksnya di atas 200.
“Caranya, banyaknya batang rokok
rata-rata sehari dikali tahun. Misalnya kalau orang merokok 10 batang sehari,
maka jika dikalikan 20 tahun hasilnya kan 200. Jadi kalau sudah diatas itu dia
punya risiko PPOK,” tandasnya.
sumber:health.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar