Laut Mati Yang Diminati Wisatawan



Melumuri tubuh dengan lumpur sebelum berenang dan mengapung salah satu sensasi laut mati.

LAUT Mati menyimpan rahasia alam dan karunia Tuhan. Ia terletak di perbatasan Jordania, Palestina, dan Israel.
Salah satu keunikannya, Laut Mati tidak menyatu atau tidak terhubung dengan lautan luas. Ia seperti danau, tetapi airnya sangat asin, jauh lebih asin dibandingkan dengan air laut biasa. Bahkan, airnya serasa kental dan berminyak saat menyentuh kulit.
Keunikan lainnya, pantainya berada di posisi 383 sampai 400 meter di bawah permukaan laut. Itu berarti permukaan air Laut Mati lebih rendah 383-400 meter daripada permukaan air laut lepas.
Oleh karena itu, apabila kita mengendarai mobil dari Amman, ibu kota Jordania, menuju Laut Mati (Jordan Valley), jalan raya yang lebar dan mulus terus menurun. Andai tidak ada belokan, mungkin tanpa menghidupkan mesin mobil pun kita bisa sampai.
Dengan naik kendaraan, Lembah Jordan, kawasan di mana Laut Mati ”hidup”, dapat ditempuh dalam waktu sekitar 45 menit. Di sisi kiri dan kanan jalan dapat dinikmati pemandangan bukit bebatuan yang seolah terpahat seperti ukiran kuno. Lembah kering kerontang dan sesekali terlihat pepohonan yang hidup kerdil.
Jordan Valley memang diperuntukkan Pemerintah Jordania sebagai kawasan wisata dan konferensi, seperti Nusa Dua di Bali. Di sana sudah ada Hotel Marriott, Kempinski, dan lainnya dengan gaya resor yang kamar-kamarnya bersusun ke atas dan ke bawah serata dengan pantai. Pusat konvensi (convention center) juga sudah terbangun di sana, plus rumah sakit.
Jualan tentang Laut Mati hanyalah keunikannya. Sejak lama Laut Mati terkenal dengan lumpurnya. Melumurkan lumpur hitam yang disediakan penjaga pantai dari manajemen hotel ke sekujur tubuh juga merupakan sensasi tersendiri. Banyak yang percaya lumuran lumpur itu berkhasiat seperti lulur, mengupas kotoran atau daki yang menempel di kulit. Bahkan, dipercaya, setelah berlumur lumpur kemudian mandi dan berendam di Laut Mati, kulit akan bersih dan segar kembali, apalagi setelah mandi air tawar tentunya.

Terapung tanpa pelampung
Selain itu, karena tingginya kadar garam yang dikandung air Laut Mati, setiap orang bisa terapung sembari membaca koran atau majalah walau tanpa alat pelampung. Mengapungkan diri, merasakan air garam menyusup ke pori-pori, dan kemudian tubuh merasa hangat, semua itu membuat kita ingin mengapung selama mungkin.
Untuk mengapungkan diri, cukup terlentang dan melemaskan badan. Semakin melemaskan badan seolah tanpa berat, kian terasa pula sensasi keterapungan tubuh kita. Tak ubahnya barang hampa di atas permukaan laut, terayun-ayunkan ombak kecil yang bergulung-gulung menuju pantai. Mengosongkan pikiran saat terapung-apung semakin menambah sensasi kenikmatan Laut Mati yang jauh dari hiruk-pikuk keseharian.
Pantainya sendiri hanyalah buatan. Pengelola hotel dan resor berlomba mendandani pantai dengan aneka taman untuk melawan kegersangan khas Timur Tengah. Ada rumput, pohon zaitun, dan pohon palem.
Sayangnya, mereka menggunakan pupuk organik untuk merangsang pertumbuhan tanaman tersebut sehingga serbuan lalat pun tak terbendung. Karena itu, waktu paling nyaman menikmati pantai dan Laut Mati adalah pada pagi hari sebelum lalat berdatangan mengerubungi kita.
Takut kulit terbakar matahari di pinggir pantai, pengunjung bisa berenang di beberapa kolam air tawar yang banyak disediakan pengelola hotel dengan berbagai model. Ada yang persegi empat, persegi memanjang, bundar dan bulat, sampai yang tak beraturan seperti danau.
Jejeran kursi panjang untuk berjemur di bawah tenda payung, pohon palem, dan semak pohon zaitun juga banyak. Minuman segar dan makanan ringan setiap saat bisa diantar pelayan bar dan kafe hotel.
Laut Mati dengan potensinya dieksploitasi menjadi industri pariwisata. Lumpur, air laut, dan garam dari Laut Mati diproses menjadi produk-produk kesehatan dan kecantikan bernilai tambah. Sabun, produk pembersih muka, serta krim pelembab muka dan tangan menjadi produk istimewa dengan kemasan modern dan higienis.
”Haaa... kenapa mesti mengimpor airnya. Beli saja garamnya dan gunakan di bak rendam, kamu sudah bisa terapung dan berendam, membuat semua kotoran di kulitmu terkelupas,” kata seorang penjaga toko suvenir yang menjual garam dari Laut Mati.
Garam yang sudah diproses dan dikemas dengan baik seberat kira-kira 20 gram dijual seharga 8 dinar Jordan. Satu dinar Jordan setara dengan 1,27 dollar AS.
Kreatif! Industri kepariwisataan tak sekadar menjual keunikan alam Laut Mati. Ide dan proses kreatif itulah yang membuat Laut Mati semakin hidup.

sumber:kompas.com

Tidak ada komentar: