Di sebuah mal di
Stockholm, seperti di mal-mal lain, orang lebih suka naik eskalator daripada
tangga biasa. Pemilik mal lalu menjajal ide unik. Mereka memodifikasi sebuah
tangga di mal itu menjadi seperti deretan bilah piano. Apabila orang menginjak
anak tangga demi anak tangga, muncullah bunyi seperti jika bilah piano ditekan.
Hasilnya? Orang jadi lebih tertarik untuk naik melalui tangga piano itu dan
menikmati musiknya daripada menggunakan eskalator. Rupanya, kegembiraan bisa
mengubah hal yang melelahkan jadi menggairahkan untuk dilakukan.Bangsa Israel
menangis ketika menyimak pembacaan hukum Taurat, insaf akan pelanggaran mereka.
Namun, Nehemia malah mendorong mereka agar mulai bersukacita. Apakah Nehemia
bermaksud mengatakan bahwa mereka tidak perlu bertobat? Tentu saja tidak. Hari
itu—hari pertama bulan baru—hari yang kudus, dan patut didedikasikan untuk
bersukacita di hadapan Tuhan. Mereka tidak perlu larut dalam kesedihan, dan
justru perlu menerima sukacita Tuhan yang akan menguatkan mereka. Matthew Henry
menulis, “Dukacita karena dosa seharusnya tidak menghambat kita untuk
bersukacita di dalam Allah, tetapi malah membawa dan mempersiapkan kita untuk
mengalaminya.”
Orang kristiani cenderung terkesan serius dan “muram”. Agak aneh
sebetulnya. Sebagai umat yang memiliki Penebus, kita mestinya menjadi orang
yang paling penuh sukacita, bukan? Kita mudah tertawa atau tersenyum, dan
berkarya secara antusias, penuh rasa syukur. Sukacita itu akan menguatkan kita
secara pribadi dan menular kepada sesama di sekeliling kita.
Sukacita selaras dengan kekudusan Orang yang kudus sungguh-sungguh
bersukacita.
sumber: www.yhs.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar