Pada suatu sore, tampak seorang pemuda tengah
berada di sebuah taman umum. Dari raut wajahnya tampak kesedihan, kekecewaan,
dan frustasi yang menggantung. Dia terlihat berjalan dengan langkah gontai dan
kepala tertunduk lesu. Sebentar sebentar, ia tertunduk dan menghela nafas
panjang. Kegiatan itu diulangnya berkali-kali, seakan dia tidak tau apa yang
hendak dilakukannya.
Saat
pikirannya sedang menerawang entah kemana, tiba-tiba pandangan matanya terpaku
pada gerakan seekor laba-laba yang sedang membuat sarangnya di antara ranting
sebatang pohon tempat ia duduk. Dengan
perasaan kesal, ia pun kemudian iseng mengambil sebatang ranting dan
menumpahkan rasa kekesalannya pada sarang laba-laba itu. Maka, sarang itu pun
dirusak tanpa ampun.
Seusai
melepaskan kejengkelannya, perhatian pemuda itu teralih sementara untuk
mengamati ulah si laba-laba. Dalam hati dia ingin tahu, kira-kira apa yang akan
dikerjakan laba-laba setelah sarangnya hancur oleh tangan isengnya? Apakah
laba-laba akan lari terbirit-birit, atau ia akan kembali membuat sarangnya di
tempat lain? Rasa penasaran itu rupanya segera mendapatkan jawaban. Tak lama,
si laba-laba tampak kembali ke tempatnya semula. Laba-laba itu mengulangi
kegiatan yang sama, merayap-merajut-melompat. Setiap helai benang dipintalnya
dari awal, semakin lama semakin lebar dan tanpa kenal lelah laba-laba itu
kembali menyelesaikan seluruh pembuatan sarang barunya.
Setelah
menyaksikan usaha si laba-laba yang sibuk bekerja lagi dengan semangat penuh
untuk memperbaiki dan membuat sarang baru, kembali ranting si pemuda beraksi
dengan tujuan menghancurkan sarang tersebut untuk kedua kalinya. Dengan
perasaan puas namun penuh rasa ingin tahu, diamati ulah si laba-laba. Apa
gerangan yang akan dikerjakannya setelah sarangnya dirusak untuk kedua kalinya?
Ternyata,
untuk ketiga kalinya, laba-laba mengulangi kegiatannya, kembali mulai dari
awal. Dengan bersemangat, merayap-merajut-melompat dengan setiap helai benang
yang dihasilkan dari tubuhnya, laba-laba itu memintal membuat saran sedikit
demi sedikit.
Setelah
melihat dan mengamati ulah laba-laba tersebut dalam membangun sarang yang telah
hancur untuk ketiga kalinya, saat itulah si pemuda mendadak tersadarkan. Tidak
peduli berapa kali sarang laba-laba dirusak dan dihancurkan, sebanyak itu pula
laba-laba membangun sarangnya kembali. Semangat binatang yang begitu kecil,
dengan giat bekerja tanpa mengenal lelah, telah membuka kesadaran si pemuda.
Hal
itu menimbulkan perasaan malu dirinya. Karena sesungguhnya, si pemuda berada di
taman itu dengan hati dan perasaan gundah karena dia baru saja mengalami satu
kali kegagalan! Maka, melihat semangat pantang menyerah laba-laba, dia pun
berjanji dalam hati,
“Aku
tidak pantas mengeluh dan putus asa karena telah mengalami satu kali kegagalan.
Aku harus bangkit lagi! Berjuang dengan lebih giat dan siap memerangi setiap
kegagalan yang menghadang, seperti semangat laba-laba kecil yang membangun
sarangnya kembali dari setiap kehancuran!”
Segera,
si pemuda bangkit, dan bertekad kuat untuk bekerja lebih giat lagi. Bila perlu,
dia akan memulai dari awal lagi, tanpa putus asa. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar