Dalam hidupku, aku mungkin terlahir sebagai gadis yang paling dicintai Tuhan, sejak kecil, aku kehilangan ayahku karena sebuah kecelakaan. Ibu berjuang membesarkanku dengan mencuci pakaian hingga akhirnya beliau memiliki toko Laundry.
Ketika usiaku 22 dan tumbuh sebagai gadis yang normal serta memiliki seorang kekasih yang hendak menikahiku, Sebuah kecelakaan menghancurkan segalanya.
Aku kehilangan kedua kakiku yang lumpuh, dan kekasihku walau tidak pernah mengatakan pisah padaku, takdir membuatku sadar kami harus berpisah karena aku bukanlah gadis yang diharapkan menjadi menantu keluarganya, karena mereka menyebutku gadis cacat.
Walaupun aku cacat, aku tidak pernah menyerah terhadap hidupku. Aku tidak dendam terhadap orang yang telah membuatku cacat, walau ia menghilang setelah kejadian itu. Hingga seorang pria yang begitu mencintaiku datang, ia menerima keadaanku yang cacat.
Namanya Martin, ia pria tampan yang begitu sederhana dalam hidupku.
Walaupun aku cacat, ia berjuang untuk hidupku.
Menjadi pria yang menjaga dan melindungiku. Kadang aku sampai bertanya? Apa yang membuatnya begitu mencintaiku, rela menghabiskan waktu dan uangnya hanya untuk membuatku yakin.
Kalau aku akan sembuh dan normal pada suatu saat nanti.
Suatu hari ia memberitahuku, ia memikili seorang dokter yang dapat menyembuhkanku, ia memintaku ikut dengannya ke Amerika. Aku awalnya berpikir ini mustahil, tapi berkat kuasa Tuhan dan Doa ibuku, akhirnya aku benar-benar sembuh walaupun tidak bisa berlari, setidaknya aku masih bisa berjalan tanpa kursi roda yang sudah bersamaku beberapa tahun belakangan ini. Aku pikir aku akan menjadi gadis paling bahagia, setelah Martin melamarku tepat di hari Valentine. Aku menerimanya, kami menikah dan hidup bahagia tapi tidak untuk Martin, ia terusir dari keluarga dan materi yang biasa ia dapatkan sebagai anak orang kaya.
Martin pria yang sangat bekerja keras, walau tanpa uang dari ayahnya, ia mampu berkerja apapun sebagai suami. tapi 6 bulan setelah pernikahan kami saat aku hamil 3 bulan. Ia tiba-tiba pingsan dihadapanku. Ia Nampak tidak sehat sehabis pulang bekerja. Karena cemas aku membawanya ke rumah sakit. Dan betapa hancurnya hatiku, saat dokter berkata kalau suamiku terjangkit virus HIV.
Ketika usiaku 22 dan tumbuh sebagai gadis yang normal serta memiliki seorang kekasih yang hendak menikahiku, Sebuah kecelakaan menghancurkan segalanya.
Aku kehilangan kedua kakiku yang lumpuh, dan kekasihku walau tidak pernah mengatakan pisah padaku, takdir membuatku sadar kami harus berpisah karena aku bukanlah gadis yang diharapkan menjadi menantu keluarganya, karena mereka menyebutku gadis cacat.
Walaupun aku cacat, aku tidak pernah menyerah terhadap hidupku. Aku tidak dendam terhadap orang yang telah membuatku cacat, walau ia menghilang setelah kejadian itu. Hingga seorang pria yang begitu mencintaiku datang, ia menerima keadaanku yang cacat.
Namanya Martin, ia pria tampan yang begitu sederhana dalam hidupku.
Walaupun aku cacat, ia berjuang untuk hidupku.
Menjadi pria yang menjaga dan melindungiku. Kadang aku sampai bertanya? Apa yang membuatnya begitu mencintaiku, rela menghabiskan waktu dan uangnya hanya untuk membuatku yakin.
Kalau aku akan sembuh dan normal pada suatu saat nanti.
Suatu hari ia memberitahuku, ia memikili seorang dokter yang dapat menyembuhkanku, ia memintaku ikut dengannya ke Amerika. Aku awalnya berpikir ini mustahil, tapi berkat kuasa Tuhan dan Doa ibuku, akhirnya aku benar-benar sembuh walaupun tidak bisa berlari, setidaknya aku masih bisa berjalan tanpa kursi roda yang sudah bersamaku beberapa tahun belakangan ini. Aku pikir aku akan menjadi gadis paling bahagia, setelah Martin melamarku tepat di hari Valentine. Aku menerimanya, kami menikah dan hidup bahagia tapi tidak untuk Martin, ia terusir dari keluarga dan materi yang biasa ia dapatkan sebagai anak orang kaya.
Martin pria yang sangat bekerja keras, walau tanpa uang dari ayahnya, ia mampu berkerja apapun sebagai suami. tapi 6 bulan setelah pernikahan kami saat aku hamil 3 bulan. Ia tiba-tiba pingsan dihadapanku. Ia Nampak tidak sehat sehabis pulang bekerja. Karena cemas aku membawanya ke rumah sakit. Dan betapa hancurnya hatiku, saat dokter berkata kalau suamiku terjangkit virus HIV.
Aku menangis, menunggu saat yang tepat untuk bertanya kepada suamiku, mengapa penyakit itu bisa ada dalam hidupnya. Tapi hal itu tidak pernah aku tanyakan, karena lebih baik aku berpikir untuk fokus menyembuhkan dirinya dari penyakit paru-paru basah miliknya, karena ia bekerja sebagai pelatih renang dan itu lah penyebab paru-parunya penuh air.
Martin, tanpa aku bilang tentang penyakitnya, ia sudah tau apa yang ada di dalam tubuhnya. Aku tau ia cemas, bayi yang kami kandung. Mungkin ataupun aku, bisa terjangkit virus yang sama dengannya. Tapi sebagai istri, aku berusaha kuat, walaupun aku cemas terhadap hasil akhir tes darah yang akan diberikan dokter tentang kondisi tubuhku.
Martin, tanpa aku bilang tentang penyakitnya, ia sudah tau apa yang ada di dalam tubuhnya. Aku tau ia cemas, bayi yang kami kandung. Mungkin ataupun aku, bisa terjangkit virus yang sama dengannya. Tapi sebagai istri, aku berusaha kuat, walaupun aku cemas terhadap hasil akhir tes darah yang akan diberikan dokter tentang kondisi tubuhku.
Beberapa hari kemudian, hasil tes mengatakan aku ataupun bayi di perutku tidak terjangkit dan aku bersyukur melewati cobaan ini.
Tanpa alasan yang aku mengerti, tiba-tiba kondisi Martin begitu genting dan darurat. Dokter mengatakan, terjadi komplikasi penyakit kuning dan rusaknya paru-paru.
Tanpa alasan yang aku mengerti, tiba-tiba kondisi Martin begitu genting dan darurat. Dokter mengatakan, terjadi komplikasi penyakit kuning dan rusaknya paru-paru.
Aku menangis, memikirkan keadaan suamiku. Ia menatapku, membesarkan hatiku. Tapi aku bisa melihat ada sesuatu di hatinya yang hendak ia katakan padaku.
Dokter mengatakan padaku, kalau kondisi suamiku mungkin sulit disembuhkan dan mereka menyarankan aku mencari pengobatan di Singapura. Aku pun menawarkan suamiku. Tapi ia menolak, ia meminta di rawat di sini. Aku hanya terdiam, aku tau, ia tidak ingin dibantah dan aku hanya bisa berdoa kepadanya agar Tuhan memberikan mujizat.
Sampai suatu hari, aku mulai mendapatkan kejujuran dari suamiku, tentang hidupnya. Sebuah misteri yang tak pernah aku tau.
Ia mengatakan kalimat maaf setiap hari hingga 7 hari dengan berbagai hal yang sulit kupahami.
>> Hari pertama, ia bicara padaku
“ Angel, aku ingin mengatakan sebuah kejujuran dalam hidupku. Hal pertama yang ingin kukatakan padamu, aku tau aku terjankit virus HIV Sejak 1 bulan setelah pernikahan kita, aku minta maaf padamu, mungkin ini dosaku, di masa mudaku, hidup terlalu bebas dan kini menerima akibatnya ”
Aku hanya tersenyum dan berkata.
“ Tidak apa Martin, karena semua sudah menjadi jalannya. Aku ataupun bayi yang sedang aku kandung sehat, negative dari virus HIV, janganlah kamu merasa bersalah. ”
>> Hari kedua, ia kembali bicara padaku.
“ Angel, aku ingin mengatakan kejujuran kedua dalam hidupku. Aku adalah orang yang membuatmu cacat dan pelaku dari tabrak lari yang membuatmu lumpuh. Maafkan aku..”
Aku shock, aku sadar memang terlintas Martin adalah pelaku yang membuatku cacat, tapi aku pun bisa menerima keadaan itu.
“ Aku tau sejak awal kamu adalah orang yang membuatku cacat, tapi aku bisa mengerti. Aku sadar kamu begitu menyesali kejadian itu, kamu hadir dalam hidupku, begitu bersemangat membuatku sembuh. Itu sudah membuktikan kalau kamu merasa menyesal dan bertanggung jawab”
“ Aku terpaksa melakukan itu, lari dari tanggung jawab. Karena orang tuaku tidak mau di penjara dan memintaku lari keluar negeri, setelah aku bisa kembali,aku pun mencarimu, melihatmu dengan keadaan lumpuh, aku sungguh berdosa. Aku memohon maaf atas ketidakjujuranku selama ini.”
“ Lupakan saja Martin, aku sudah memaafkanmu sejak kamu berani muncul padaku. Aku bahagia dengan semua ini, janganlah merasa bersalah..”
Martin hanya tertunduk walaupun ia masih berasa bersalah.
>> Hari ketiga ia pun bertanya padaku.
“ Angel andai aku sembuh, maukah hidup denganku sebagai pria HIV, apakah kau tidak takut padaku?”
Aku menjawab dengan hatiku yang tulus.
“ Martin, ketika aku disebut gadis cacat, kamulah orang yang selalu melindungiku, mengendongku saat aku tidak bisa menaiki tangga, menikahi gadis cacat sepertiku, bahkan menghabiskan uang yang banyak untuk kesembuhan hidupku, berpisah dengan kelurgamu. Kamu menerima aku sebagai gadis cacat, itu adalah kebesaran hidup yang paling indah buatku, sekarang kalaupun sakit, biarkanlah aku menjaga dan merawatmu, dengan cinta yang sama saat kau berikan padaku yang cacat”
Martin menangis mendengarkan itu, aku pun menangis, ia bahkan sampai diusir dari keluarganya karena menikah denganku. Ayahnya orang kaya, tidak akan sudi memanggilku menantu. Karena aku cacat saat dulu.
>> Hari keempat ia kembali bicara padaku, wajahnya semakin pucat.
Aku tau, kondisinya memburuk.
“ Angel bersediakah kau pergi menemui keluargaku, menyampaikan permohonan maafku, kepada ayah, ibu dan adikku,memberitahukan kepada mereka, kalau kau sedang mengandung cucu mereka.?”
Aku tau ini jawaban yang sulit, tapi aku pun menyanggupi, aku tau mereka akan menolakku atau bahkan mengusirku tapi demi Martin, aku berjuang untuk menyampaikan pesan suamiku.
Aku tiba dirumah mereka, menekan bel. Ibunya menyambutku dengan kalimat “ Gadis cacat tidak tau malu, “ aku tetap menaruh senyumku. Ayahnya muncul tapi hanya memperhatikanku sambil berkata” Mau apalagi? Sudah cukup mengambil putraku? Apalagi yang kurang?”
Aku dengan tenang berkata, “ Ayah dan ibu, saat ini Martin terbaring sakit, ia memintaku untuk datang pada kalian. Walaupun aku tau, sulit untuk kalian menerimaku, tapi setidaknya biarkanlah aku memohon kepada kalian untuk melihat Martin, ia ingin berjumpa dengan kalian. Kalaupun kalian tidak sudi untuk itu, aku ingin kalian tau, Martin memohon Maaf kepada kalian, andai kata ia tidak menjadi anak yang berbakti. Aku sedang hamil dan beberapa bulan lagi akan melahirkan. Setidaknya izinkan cucumu ini kelak menemuimu dan memanggil kalian kakek dan nenek.”
Aku pergi dengan berlinang air mata, ayah dan ibu Martin tidak menjawab apapun. Aku sedih dan menghampiri Martin, mengatakan semua yang sudah kulakukan. Ia membelai kepalaku, membesarkan hatiku dan berkata kalau kelak ayah dan ibunya akan menerima aku dan cucunya.
>> Hari ke lima, Martin kembali bicara padaku.
“ Angel, bolehkah kau membuatkanku makanan yang ingin sekali kumakan?”
“ Makanan apa Martin.”
“ Sejak menikah denganmu, aku paling suka masakan sayur lodeh buatanmu. Bisakah kau membuatkanku itu?”
“ Aku akan buatkan untukmu.”
Aku pulang ke rumahku, dengan wajah penuh kesedihan. Aku sadar, ibuku pernah berkata, bila seseorang meminta makanan yang hendak ia makan, artinya cepat atau lambat, makanan itu akan menjadi makanan terakhir yang ia makan. Sejak kecil ia terbiasa makanan mewah, hidup bersamaku dengan makanan kampung membuatnya lebih bahagia. Dengan penuh kesedihan aku membuatku makanan itu, membawanya kepada Martin. Ia menyantapnya dengan lahap, padahal ia tidak pernah mau makan beberapa hari terakhir karena merasa tidak nafsu makan.
>> Hari ke enam menjelang hari ketujuh.
Martin membelai perutku yang mulai membesar, dan bertanya.
“ Apakah kamu tau, apa jenis kelamin bayi kita?”
“ Kata dokter, ia akan menjadi anak perempuan.”
“ Aku senang, aku boleh memohon padamu Angel?”
“ Katakan Martin..’
“ Berikan nama anak kita Angel, seperti namamu, karena namamu begitu indah terdengar. Bersediakah kau lakukan itu untukku.”
Aku menahan tangisku, aku pun menyanggupi permohonan Martin. Ia mulai merasa tak kuat menahan rasa sakitnya. Terkadang aku sedih melihatnya saat kesakitan, tapi aku tak bisa melakukan apapun selain berdoa agar dirinya lekas lepas dari penderitaan begitu berat baginya.
Keesokan harinya, hari paling berduka dalam hidupku. Hari yang tak akan pernah terlupa dalam hidupku. Martin tiba-tiba meminta dokter memanggilku dan bicara padaku.
“ Angel, kau harus tau, hidupku mungkin singkat di dunia ini. Tapi di dalam hidupku hanya tersimpan dua hal yang tidak akan pernah kulupakan.
Hal pertama adalah saat aku pertama kali jatuh cinta padamu, dan kedua, saat aku bisa melihatmu berjalan.
Andai aku kelak tak ada lagi, berjanjilah padaku, merawat anak kita hingga menjadi anak yang berbakti, berikah kasih sayang yang tak sempat kuberikan padanya. Dan katakan padanya, aku sangat mencintainya..”
“ Kenapa kamu bicara seperti itu Martin, kamu jangan tinggalkan aku.. aku tidak bisa hidup tanpamu?” kekuatan hatiku hilang saat itu untuk tegar.
“ Kamu adalah gadis kuat, aku percaya kamu akan bertahan dan berjanji hidup untukku..”
“ Aku takut..”
“ Berjanjilah, padaku..”
Dengan berat hati aku berjanji padanya. Saat itulah aku melihatnya pergi terakhir kalinya dalam hidupku. 7 Hal yang ia katakan sebelum pergi menyadarkan aku betapa ia sangat berarti dalam hidupku. Betapa dia adalah orang yang telah membuatku hidup sebagai gadis kuat yang mampu bertahan dari cobaan berat dalam hidupku. Martin pun meninggal dengan membawa kenangan terindah dalam hidupku.
Kutaburkan abu hidupnya yang terakhir di laut, kujanjikan masa depan anak kami untuk mengenangnya. Ia mungkin pergi dalam hidupku, tapi ia mengajarkan kepadaku arti cinta sesungguhnya.
Arti cinta dan pengorbanan bagi dirinya. Cinta yang membuatnya kehilangan segalanya.
Harta dan keluarganya, tapi tidak kebesaran hatinya untukku.
Sampai suatu hari, aku mulai mendapatkan kejujuran dari suamiku, tentang hidupnya. Sebuah misteri yang tak pernah aku tau.
Ia mengatakan kalimat maaf setiap hari hingga 7 hari dengan berbagai hal yang sulit kupahami.
>> Hari pertama, ia bicara padaku
“ Angel, aku ingin mengatakan sebuah kejujuran dalam hidupku. Hal pertama yang ingin kukatakan padamu, aku tau aku terjankit virus HIV Sejak 1 bulan setelah pernikahan kita, aku minta maaf padamu, mungkin ini dosaku, di masa mudaku, hidup terlalu bebas dan kini menerima akibatnya ”
Aku hanya tersenyum dan berkata.
“ Tidak apa Martin, karena semua sudah menjadi jalannya. Aku ataupun bayi yang sedang aku kandung sehat, negative dari virus HIV, janganlah kamu merasa bersalah. ”
>> Hari kedua, ia kembali bicara padaku.
“ Angel, aku ingin mengatakan kejujuran kedua dalam hidupku. Aku adalah orang yang membuatmu cacat dan pelaku dari tabrak lari yang membuatmu lumpuh. Maafkan aku..”
Aku shock, aku sadar memang terlintas Martin adalah pelaku yang membuatku cacat, tapi aku pun bisa menerima keadaan itu.
“ Aku tau sejak awal kamu adalah orang yang membuatku cacat, tapi aku bisa mengerti. Aku sadar kamu begitu menyesali kejadian itu, kamu hadir dalam hidupku, begitu bersemangat membuatku sembuh. Itu sudah membuktikan kalau kamu merasa menyesal dan bertanggung jawab”
“ Aku terpaksa melakukan itu, lari dari tanggung jawab. Karena orang tuaku tidak mau di penjara dan memintaku lari keluar negeri, setelah aku bisa kembali,aku pun mencarimu, melihatmu dengan keadaan lumpuh, aku sungguh berdosa. Aku memohon maaf atas ketidakjujuranku selama ini.”
“ Lupakan saja Martin, aku sudah memaafkanmu sejak kamu berani muncul padaku. Aku bahagia dengan semua ini, janganlah merasa bersalah..”
Martin hanya tertunduk walaupun ia masih berasa bersalah.
>> Hari ketiga ia pun bertanya padaku.
“ Angel andai aku sembuh, maukah hidup denganku sebagai pria HIV, apakah kau tidak takut padaku?”
Aku menjawab dengan hatiku yang tulus.
“ Martin, ketika aku disebut gadis cacat, kamulah orang yang selalu melindungiku, mengendongku saat aku tidak bisa menaiki tangga, menikahi gadis cacat sepertiku, bahkan menghabiskan uang yang banyak untuk kesembuhan hidupku, berpisah dengan kelurgamu. Kamu menerima aku sebagai gadis cacat, itu adalah kebesaran hidup yang paling indah buatku, sekarang kalaupun sakit, biarkanlah aku menjaga dan merawatmu, dengan cinta yang sama saat kau berikan padaku yang cacat”
Martin menangis mendengarkan itu, aku pun menangis, ia bahkan sampai diusir dari keluarganya karena menikah denganku. Ayahnya orang kaya, tidak akan sudi memanggilku menantu. Karena aku cacat saat dulu.
>> Hari keempat ia kembali bicara padaku, wajahnya semakin pucat.
Aku tau, kondisinya memburuk.
“ Angel bersediakah kau pergi menemui keluargaku, menyampaikan permohonan maafku, kepada ayah, ibu dan adikku,memberitahukan kepada mereka, kalau kau sedang mengandung cucu mereka.?”
Aku tau ini jawaban yang sulit, tapi aku pun menyanggupi, aku tau mereka akan menolakku atau bahkan mengusirku tapi demi Martin, aku berjuang untuk menyampaikan pesan suamiku.
Aku tiba dirumah mereka, menekan bel. Ibunya menyambutku dengan kalimat “ Gadis cacat tidak tau malu, “ aku tetap menaruh senyumku. Ayahnya muncul tapi hanya memperhatikanku sambil berkata” Mau apalagi? Sudah cukup mengambil putraku? Apalagi yang kurang?”
Aku dengan tenang berkata, “ Ayah dan ibu, saat ini Martin terbaring sakit, ia memintaku untuk datang pada kalian. Walaupun aku tau, sulit untuk kalian menerimaku, tapi setidaknya biarkanlah aku memohon kepada kalian untuk melihat Martin, ia ingin berjumpa dengan kalian. Kalaupun kalian tidak sudi untuk itu, aku ingin kalian tau, Martin memohon Maaf kepada kalian, andai kata ia tidak menjadi anak yang berbakti. Aku sedang hamil dan beberapa bulan lagi akan melahirkan. Setidaknya izinkan cucumu ini kelak menemuimu dan memanggil kalian kakek dan nenek.”
Aku pergi dengan berlinang air mata, ayah dan ibu Martin tidak menjawab apapun. Aku sedih dan menghampiri Martin, mengatakan semua yang sudah kulakukan. Ia membelai kepalaku, membesarkan hatiku dan berkata kalau kelak ayah dan ibunya akan menerima aku dan cucunya.
>> Hari ke lima, Martin kembali bicara padaku.
“ Angel, bolehkah kau membuatkanku makanan yang ingin sekali kumakan?”
“ Makanan apa Martin.”
“ Sejak menikah denganmu, aku paling suka masakan sayur lodeh buatanmu. Bisakah kau membuatkanku itu?”
“ Aku akan buatkan untukmu.”
Aku pulang ke rumahku, dengan wajah penuh kesedihan. Aku sadar, ibuku pernah berkata, bila seseorang meminta makanan yang hendak ia makan, artinya cepat atau lambat, makanan itu akan menjadi makanan terakhir yang ia makan. Sejak kecil ia terbiasa makanan mewah, hidup bersamaku dengan makanan kampung membuatnya lebih bahagia. Dengan penuh kesedihan aku membuatku makanan itu, membawanya kepada Martin. Ia menyantapnya dengan lahap, padahal ia tidak pernah mau makan beberapa hari terakhir karena merasa tidak nafsu makan.
>> Hari ke enam menjelang hari ketujuh.
Martin membelai perutku yang mulai membesar, dan bertanya.
“ Apakah kamu tau, apa jenis kelamin bayi kita?”
“ Kata dokter, ia akan menjadi anak perempuan.”
“ Aku senang, aku boleh memohon padamu Angel?”
“ Katakan Martin..’
“ Berikan nama anak kita Angel, seperti namamu, karena namamu begitu indah terdengar. Bersediakah kau lakukan itu untukku.”
Aku menahan tangisku, aku pun menyanggupi permohonan Martin. Ia mulai merasa tak kuat menahan rasa sakitnya. Terkadang aku sedih melihatnya saat kesakitan, tapi aku tak bisa melakukan apapun selain berdoa agar dirinya lekas lepas dari penderitaan begitu berat baginya.
Keesokan harinya, hari paling berduka dalam hidupku. Hari yang tak akan pernah terlupa dalam hidupku. Martin tiba-tiba meminta dokter memanggilku dan bicara padaku.
“ Angel, kau harus tau, hidupku mungkin singkat di dunia ini. Tapi di dalam hidupku hanya tersimpan dua hal yang tidak akan pernah kulupakan.
Hal pertama adalah saat aku pertama kali jatuh cinta padamu, dan kedua, saat aku bisa melihatmu berjalan.
Andai aku kelak tak ada lagi, berjanjilah padaku, merawat anak kita hingga menjadi anak yang berbakti, berikah kasih sayang yang tak sempat kuberikan padanya. Dan katakan padanya, aku sangat mencintainya..”
“ Kenapa kamu bicara seperti itu Martin, kamu jangan tinggalkan aku.. aku tidak bisa hidup tanpamu?” kekuatan hatiku hilang saat itu untuk tegar.
“ Kamu adalah gadis kuat, aku percaya kamu akan bertahan dan berjanji hidup untukku..”
“ Aku takut..”
“ Berjanjilah, padaku..”
Dengan berat hati aku berjanji padanya. Saat itulah aku melihatnya pergi terakhir kalinya dalam hidupku. 7 Hal yang ia katakan sebelum pergi menyadarkan aku betapa ia sangat berarti dalam hidupku. Betapa dia adalah orang yang telah membuatku hidup sebagai gadis kuat yang mampu bertahan dari cobaan berat dalam hidupku. Martin pun meninggal dengan membawa kenangan terindah dalam hidupku.
Kutaburkan abu hidupnya yang terakhir di laut, kujanjikan masa depan anak kami untuk mengenangnya. Ia mungkin pergi dalam hidupku, tapi ia mengajarkan kepadaku arti cinta sesungguhnya.
Arti cinta dan pengorbanan bagi dirinya. Cinta yang membuatnya kehilangan segalanya.
Harta dan keluarganya, tapi tidak kebesaran hatinya untukku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar