Saya Berdoa, Tuhan Kabulkan



“Bapak, maulah bapak berdoa untuk saya….” Tanya seorang perempuan kepada pendeta Yongky. 

Pendeta Yongky baru selesai memimpin ibadah KKR, dan ia baru pertama kali melayani di Gereja kecil itu.

Sore yang kelabu karena mendung yang siap tertumpah ke muka bumi. 

“Apakah yang akan didoakan anakku…” tanya pendeta Yongky sambil menatap perempuan yang terlihat lesu dan gelisah. Terlihat sesekali ia menghapus keringat yang membasahi keningnya, dan nampak ia berusaha menutupi kegelisahan hatinya dengan menundukkan kepala dan meremas jari jemarinya.

“Tolong doakan saya dapat jodoh, bapak… Umur saya sudah 32 tahun… dan sampai sekarang saya belum dapat jodoh….

Beberapa kali saya menjalin hubungan dengan seorang lelaki, namun selalu gagal…. 

Saya sudah khawatir dengan usia saya, orang tua dan keluarga sudah terus mendesak saya untuk segera menikah…

Saya ingin menikah, tapi dengan lelaki yang benar-benar saya cintai dan mencintai saya…. Dan saya menginginkan lelaki yang takut Tuhan. 

Sungguh bapak, walaupun usia saya sudah tidak muda lagi, saya benar-benar menginginkan lelaki yang menjadi suami saya nanti adalah lelaki yang baik dan pilihan hati saya. Saya tidak ingin menikah hanya karena tuntutan usia, dan kemudian hanya akan berakhir dengan kepahitan….

Saya ingin menikah sekali untuk selamanya, sampai Tuhan memisahkan kami dalam kematian…. 

Saya sudah berdoa. Namun sampai sekarang jodoh itu tidak kunjung datang….. Oh tolonglah saya bapak…” airmata bercucuran dari mata kuyu itu. 

Pendeta Yongky mengambil beberapa lembar kertas putih dan sebuah pena dan menyerahkannya pada perempuan itu. 

“Anakku…, apakah kamu percaya Tuhan telah mendengar doamu dan mengabulkannya…?” tanya pendeta Yongki dengan tatap mata teduh.

“Ya … bapak, saya percaya….” Sahut perempuan itu dengan tegas. Nada suara tegas dan pancaran mata bersemangat seolah ada bintang-bintang disana semakin menegaskan keyakinannya. 

“Siapa namamu anakku…?” 

“Maya…, bapak” 

“Maya, sekarang kamu tuliskan di kertas ini, ciri-ciri lelaki yang kamu inginkan untuk menjadi suamimu. Bagaimana perawakannya, warna kulitnya, warna rambutnya, bentuk parasnya, suaranya, pekerjaannya. Pokoknya tuliskan semua yang jadi impianmu tentang lelaki yang akan menjadi suamimu itu….” Saran pendeta Yongky.

Maya menuruti nasihat itu, dan dengan serius dan bersemangat menuliskan gambaran lelaki impiannya.


“Anakku, dalam kitab Ibrani 11:1 dinyatakan bahwa Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. 

Kamu berdoa untuk mendapatkan jodoh seperti yang kamu tuliskan di kertas itu dengan ciri-ciri yang begitu lengkap, dan kamu percaya bahwa itu sudah diberikan Tuhan padamu. Sesungguhnyalah apa yang kamu imani itu sudah diberikan Tuhan, ia akan hadir dan kamu terima pada saat yang paling tepat untukmu.

Jadi kamu harus sabar. Teruslah bertekun dalam doa, sampai doa itu dijawab oleh Tuhan.

Tempelkanlah kertas yang telah kamu tulis itu ditempat yang paling sering kamu lihat, misalnya di kaca riasmu. 

Bila kamu membacanya, maka secara nyata akan tergambar dengan jelas dalam pikiranmu lelaki idamanmu, dan naikkan permohonanmu dalam doa pada Tuhan, dan ucapkan terimakasih, dan amini setiap doa yang kamu panjatkan itu.” 

“Ya…. Bapak…” 

“Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Demikian bunyi Firman Tuhan dalam kitab Yohanes 15:7”.

“Terimakasih bapak….” Kata Maya dengan mata berbinar-binra karena rasa bahagia.

“Tuhan Yesus memberkatimu selalu, anakku….” Kata pendeta Yongky setelah mereka sama-sama berdoa. 



Saudaraku terkasih, 

Peristiwa itu sudah dua tahun yang lalu, dan pendeta Yongky nyaris tidak mengingatnya lagi, sampai saat ia kembali melayani di Gereja kecil di atas bukit itu, diantara jemaat yang menyalaminya, muncul seorang perempuan yang menggendong seorang bayi mungil yang cantik dan lucu. Bayi mungil itu nampak pulas dalam dekapannya. 

“Bapak….., saya Maya…. Bayi ini putri kami….namanya Maria. Dan ini suami saya….Joshua.” dengan erat digenggamnya jemari pendeta Yongky, dan dengan kegembiraan yang penuh diperkenalkannya suaminya, seorang lelaki gagah dengan wajah dan senyum ramah simpatik. 

Bayi mungil dipelukannya bagai ikut tersenyum dengan kegembiraan dan kebahagiaan ayah bundanya.

“Bapak ingat kan, saya yang dua tahun lalu datang pada bapak dalam keputusasaan, dan bapak menasihatkan saya agar berdoa dengan tidak putus-putusnya untuk jodoh yang saya impikan dan saya tuangkan di kertas… 

Tuhan telah mengabulkan doa dan permohonan saya…. Lelaki dari surga itu telah dikirimkan pada saya, dan ia melebihi apa yang saya tuliskan di kertas itu …” kata Maya dengan wajah penuh senyum, sementara suaminya menatapnya dengan mata penuh cinta. 

Maya menceritakan bagaimana ia mengenal suaminya. Seorang pemuda dari kota yang baru menyelesaikan pendidikannya dan mengabdikan dirinya di kota kecil dimana Maya tinggal, yang kemudian aktif di organisasi pemuda di gereja Maya. 

“Terpujilah nama Tuhan. “ puji pendeta Yongky sambil menengadah kelangit. 

(Matius 17:20) Ia berkata kepada mereka: "Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, --maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.

He said to them, Because of the littleness of your faith. For truly I say to you, if you have faith like a grain of mustard seed, you can say to this mountain, Move from here to yonder place, and it will move; and nothing will be impossible to you.

LORD JESUS bless you and me, now and forever. Amen.



Kesaksian: Pendeta Yongky
sumber: BFC-Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar