Refleksi Diri 6



Berkat Dibalik Musibah

“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (2 Kor. 12:9)

Indonesia menangis. Dua kalimat itu mungkin yang paling tepat untuk menggambarkan situasi dan kondisi kita saat ini. Bencana alam datang silih berganti. Tsunami, gempa, semburan lumpur, banjir datang tanpa diundang. Sakit penyakit seperti AIDS, cikungunya, demam berdarah, flu burung terus menerus meneror kita. Kecelakaan transportasi baik darat, laut maupun udara tanpa kenal lelah menghantui kita. Mengapa penderitaan menjadi langganan kita? Apa yang bisa kita lakukan?

Jawaban atas pertanyaan itu justru saya dapatkan dari beberapa buku yang memiliki judul yang kontroversial. Semua buku itu dimulai dengan pertanyaan yang sering kita tanyakan. Why A Good God Allow Suffering (Mengapa Allah yang Baik Mengizinkan Penderitaan); Where is God When It Hurts (Di Manakah Tuhan ketika Kita Menderita); bahkan When God Doesn’t Make Sense (Ketika Tuhan Tidak Masuk Akal).

Dari buku-buku itu saya belajar tentang The Gift of Pain alias berkah di balik musibah. Pertama, Tuhan mengizinkan penderitaan untuk menyadarkan kita bahwa kita adalah makhluk yang terbatas. Banyak hal yang sulit kita pahami. Otak kita tidak mampu memahami setiap fenomena alam yang terjadi. Itulah sebabnya kita harus bergantung harap kepada Tuhan.

Kedua, Tuhan ingin memperingatkan kita bahwa setiap perbuatan itu pasti ada konsekuensinya. Jika kita menggunduli hutan dan membuang sampah sembarangan, maka alam pun akan mengamuk. Air yang seharusnya menjadi sahabat kita bisa menjadi musuh kita. Api yang sangat bermanfaat untuk memasak justru bisa menjadi si jago merah yang menghanguskan rumah kita jika kita membuang puntung rokok sembarangan.

Ketiga, penderitaan itu bisa mempersatukan kita. Saat Tsunami melanda Aceh, gempa melanda Jogja dan lumpur menggenangi Sidoarjo, segenap lapisan masyarakat tanpa dikomando berdoa bersama dan bekerja bersama. Mereka tidak saja bekerja sama, tetapi sama-sama bekerja. Mari bergotong royong membangun bangsa.

Doa:
Bapa, meskipun sulit kumengerti, tetapi penderitaan seringkali membawa hikmat bagiku untuk melangkah lebih baik lagi.

X.Q.P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar