Gereja Tanpa Tembok

ADA beberapa anggota narapidana yang dipenjara selama 20 tahun di Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia telah ditahbiskan untuk menggembalakan orang-orang Kristen di dalam penjara. Para narapidana ini, setelah dilayani dan didoakan untuk menerima Yesus, mereka dilatih menjadi pemimpin di dalam komunitas mereka di dalam penjara, sehingga mereka lebih efektif dalam pelayanan.

Ada beberapa perempuan (WTS) yang bertobat, dilatih untuk menjadi pemimpin atas teman-teman lainnya. Setelah dilihat hasil kepemimpinan mereka, maka mereka pun ditahbiskan untuk menggembalakan teman-teman WTS lainnya yang sudah bertobat menerima Yesus untuk menjadi Kristen. Ternyata strategi demikian sangat efektif untuk memenangkan jiwa.

Ada kelompok doa yang berjalan sepanjang perkampungan untuk berdoa dan memberkati rumah demi rumah di sepanjang jalan yang mereka lewati. Meskipun mereka sempat menjadi tontonan bagi orang banyak, tetapi pada akhirnya keluarga demi keluarga meminta untuk di doakan berbagai pergumulan hidup rumah-tangga mereka. Bahkan ada kelompok musik gereja yang mengadakan konser dengan lagu-lagu peperangan rohani dalam bahasa Inggris di dalam klub-klub malam, sehingga orang-orang di dalam diskotik dapat terhibur, tetapi lama kelamaan pengunjung berkurang sampai diskotik ditutup.

Apa yang digambarkan di atas adalah berhubungan dengan istlah gereja tanpa tembok yang dilakukan oleh Jim Yost salah satu misionaris dari Amerika. Untuk menyelesaikan amanat agung Tuhan Yesus harus ada suatu terobosan yang besar dalam penginjilan dan pola gereja harus berubah. Pertanyaannya apakah kita siap melakukan terobosan besar itu? Contoh-contoh di atas yang dilakukan Jim Yost di Papua adalah suatu terobosan besar Gereja tanpa tembok adalah gereja yang keluar.


Bagaimana menjadi gereja tanpa tembok?

Untuk menjadi gereja tanpa tembok, maka:
1. Gereja harus tetap berfokus kepada Misi.
Jim Yost, adalah seorang misionari Amerika yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk melayani di Papua. "Jangan hanya berdoa untuk kebangunan rohani," kata Jim, "Sebab Allah telah mengirimkan kebangunan rohani tersebut. Dunia sedang menantikan kabar keselamtan dari Tuhan Yesus, tetapi kita sebagai gereja yang harus terjun ke dalam masyarakat untuk melayani mereka. Kita harus bergerak dan Tuhan yang akan menyertai kita dengan tanda-tanda dan mujizatNya."

2. Gereja harus menjadi jawaban bagi kebutuhan kota.
Tuhan kita adalah Tuhan yang selalu menyediakan kebutuhan umatNya. Ketika sedang memberitakan Injil, Yesus menyatakan diri kepada Paulus dan berkata, "Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada seorang pun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umat-Ku di kota ini," (Kis 18:9-10). Meskipun jumlah orang Kristen baru beberapa saja, tetapi Yesus menyatakan bahwa banyak umatNya di kota itu.

Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan telah menyediakan sejumlah orang yang akan datang kepadaNya. Karena itu, kita sebagai gereja harus melakukan seperti Paulus, yakni menjadi jawaban bagi kota dimana kita berada. Kita jangan hanya membatasi diri dengan tembok gereja kita, dan tidak peduli dengan kota kita yang berada di luar tembok gereja.

3. Gereja harus mendifinisikan ulang tentang murid Kristus.
Seorang murid Krsistus bukanlah saat ia maju ke depan altar untuk di doakan supaya menerima Yesus, tetapi ia harus memiliki komitmen untuk membayar harga demi panggilan Allah dalam hidupNya. Gereja tanpa tembok adalah gereja yang memiliki murid Kristus dengan sikap siap sedia membayar harga panggilan mereka demi mentaati Tuhan yang telah memanggil mereka.

Mengapa? Sebab istilah yang dipakai Yesus untuk mengutus murid-muridNya diterjemahkan sebagai melempar atau menendang mereka keluar untuk melayani. Jikalau kita tidak pergi untuk misi, maka kita akan ditendang keluar oleh Tuhan untuk melakukan misi. Sebab misi adalah hatiNya Allah sendiri, dimana Ia mengutus Yesus menjadi misionari pertama di dunia ini. Oleh karena misi itulah Yesus Kristus tidak menyayangkan nyawaNya sendiri, tetapi rela menyerahkanNya dan mati di atas kayu salib demi misi tersebut tergenapi. Itulah sebabnya, misi adalah nafas hidup gereja dan komsel harus bertanggung jawab atas misi tersebut. ***

(Sumber : ABLV)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar