Kebanyakan orang pernah mengalami
kesemutan kala duduk bersila terlalu lama atau tertidur dengan tangan tertindih
kepala. Kondisi ini juga terjadi saat tekanan itu berlanjut tepat pada saraf.
Namun, kesemutan akan hilang bila tekanan sudah tidak ada lagi.
Kesemutan juga bisa menjadi indikasi dari banyak penyakit, seperti
diabetes melitus, hipertensi, saraf terjepit, gangguan aliran darah pada
pembuluh darah tepi, maupun gangguan darah. Ada kalanya pada mereka yang belum
diketahui mengidap diabetes, kesemutan dapat menjadi gejala awal diketahuinya
diabetes.
Paresthesia atau kesemutan kronis sering merupakan simtom dari
penyakit neurologis atau trauma kerusakan saraf. Penyebabnya adalah gangguan
yang memengaruhi sistem saraf pusat seperti stroke dan stroke mini, multiple
sklerosis, mielitis transversa, dan ensefalitis.
Tumor maupun lesi vaskular yang menekan otak atau sumsum tulang
juga bisa menimbulkan paresthesia. Sindrom saraf seperti sindrom saluran carpal
(CTS) bisa merusak saraf perifer dan menyebabkan paresthesia diiringi rasa
nyeri.
Berikut ini sejumlah penyakit yang ditandai oleh gejala kesemutan.
1. Diabetes melitus (DM)
Pada pasien DM, kesemutan merupakan gejala kerusakan pada pembuluh
darah. Akibatnya, darah yang mengalir di ujung-ujung saraf berkurang. Kondisi
ini dapat diatasi dengan mengendalikan kadar gula darah secara ketat, juga
mengonsumsi obat seperti gabapentin, vitamin B1 dan B12.
2. Stroke
Kesemutan dapat jadi tanda stroke ringan. Biasanya disebabkan
sumbatan pada pembuluh darah di otak, yang mengakibatkan kerusakan saraf
setempat. Gejala lain yang muncul: rasa kebas separuh badan, lumpuh separuh
badan, buta sebelah mata, sukar bicara, pusing, penglihatan ganda dan kabur.
Gejala berlangsung beberapa menit atau kurang dari 24 jam.
Biasanya terjadi waktu tidur atau baru bangun. Kondisi ini harus ditangani
karena bisa berkembang menjadi stroke berat.
3. Penyakit jantung
Kesemutan tak hanya akibat neuropati tekanan, tetapi karena
komplikasi jantung dengan sarafnya. Pada pasien jantung yang sedang menjalani
operasi pemasangan klep, terdapat bekuan darah yang menempel. Bekuan itu bisa
terbawa aliran darah ke otak, sehingga terjadi serebral embolik.
Bila sumbatan di otak mengenai daerah yang mengatur sistem
sensorik, si penderita akan merasakan kesemutan sebelah. Jika daerah yang
mengatur sistem motorik juga terkena, kesemutan akan disertai kelumpuhan.
4. Infeksi tulang belakang
Ini menyebabkan bagian tubuh dari pusar ke bawah tak dapat
digerakkan. Penderita tak dapat mengontrol buang air kecil. Buang air besar pun
sulit. Penyakit ini dinamakan mielitis (radang sumsum tulang belakang). Tingkat
kesembuhan tergantung pada kerusakannya. Bisa sembuh sebagian, tetapi ada juga
yang lumpuh.
5. Rematik
Penyakit ini bisa menimbulkan kesemutan atau rasa tebal. Dalam hal
ini saraf terjepit akibat sendi pada engsel, misalnya sendi pergelangan tangan,
berubah bentuk. Gejala kesemutan biasanya hilang sendiri bila rematik sembuh.
6. Spasmofilia (tetani)
Gejala kesemutan juga bisa merupakan tanda penyakit spasmofilia
(tetani). Penyakit ini timbul karena kadar ion kalsium dalam darah berkurang.
Penyebabnya adalah menurunnya tegangan karbondioksida dalam paru-paru. Gejala
lain : kejang pada tungkai, sulit tidur, emosi labil, takut, lemah, sakit
kepala sebelah atau migrain, dan hilang kesadaran.
7. Guillain-barre syndrome
Kesemutan bisa jadi salah satu indikasi penyakit ini. Ditandai
gejala demam tinggi, batuk, dan sesak napas. Juga diikuti rasa kesemutan dan
kebas. Kesemutan biasanya terasa di sekujur tubuh, khususnya pada ujung jari
kaki dan tangan karena virus menyerang sistem saraf tepi.
Bila keadaan itu tidak segera diatasi, serangan akan berlanjut ke
organ vital. Akibatnya, penderita merasa sesak napas dan lumpuh di seluruh
tubuh.
8. Cytomegalovirus (CMV)
Ada kesemutan yang didahului flu berat. Kesemutan akan menghebat
mulai dari ujung jari, menjalar hingga ke pusar. Penderita bisa hanya merasa
kebas atau sampai sulit berjalan, berarti sumsum tulang belakang kena radang.
Ini akibat serangan virus, biasanya cytomegalovirus.
sumber:health.kompas.com